Selasa, 01 November 2016

Fiqh Muamalah 1

                            PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab ariyah  diambil dari kata aara yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata At-Taaawuru yang artinya sama dengan At-Tanaawulu au At-Tanaasubu  artinya saling tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-meminjam. Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak  zatnya agar zatnya tetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
Definisi oleh para Ulama’ sebagai berikut :
Menurut Syarkhasy dan ulama Malikiyah
          تَملِيكُ الْمَنفَعَةِ بِغَيرِ عَوضٍ
  “pemilikan atas manfaat suatu benda tanpa pengganti”
Menurut ulama syafi’iyah dan Hanbaliah
         اِبَاحَةُ الْمَنْفَعَةِ بِلَا عَوضٍ
   “pembolehan untuk mengambil manfaat tanpa mengganti”

Menurut ulama hanafiyah
تَمْلِيكُ الْمَنَافِعِ مَجَانًا
“pemilikan manfaat sesuatu secara Cuma-Cuma

   Perbedaan pengertian tersebut menimbulkan  adanya perbedaan dalam akibat hukum selanjutnya,pendapat pertama memberikan makna kepemilikan kepada peminjam,sehingga membolehkan untuk meminjamkan lagi terhadap orang lain atau pihak ketiga tanpa melalui pemilik benda,sedangkan pengertian yang kedua menunjukkan arti kebolehan dalam mengambil manfaat saja,sehingga peminjam dilarang meminjamkan terhadap orang lain.
Akad dalam ariyah berbeda dengan hibah, karena dalam Ariyah hanya untuk diambil manfaatnya tanpa mengambil zatnya. Tetapi dalam Hibah dapat diambil keduanya, baik dari zat dan juga manfaatnya.
LANDASAN  HUKUM ARIYAH
Adapun dasar hukum diperbolehkannya bahkan disunnahkannya ariyah adalah ayat-ayat Al-Quran dan Hadis-hadis sebagai berikut:
Al-Quran
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah : 2)
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa : 58)
b.        Al-Hadits
Keterangan hadits Rasulullah SAW mengenai pinjam meminjam antara lain :
عَن اَبِي مَسعُودٍ اَنَ النَّبِي ص ل : قَالَ مَامِن مُسلِمٍ يُقْرِضُ مُسلِمًا قَرضًا مَرَّتَينِ اِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَامَرَّةً
Artinya :
” dari sahabat ibnu mas’ud bahwa nabi Muhammad SAW bersabda: tidak ada seorang muslim yang meminjami muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti shodaqoh.”

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
اَلْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ وَالدَّينُ مَقضِيٌ
Artinya: “Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar dan hutang itu wajib dibayar.”
Dasar dari ijma adalah bahwa Fuqaha sepakat disyariatkannya ariyah disunnahkan berdasarkan Ijma kaum muslimin. Ibnu Hubairah berkata : Ulama sepakat bahwa ariyah hukumnya boleh sebagai ibadah yang disunnahkan sehingga orang yang meminjamkan mendapat pahala. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ariyah wajib bagi orang kaya yang memiliki barang yang dapat dipinjamkan.
Selain mandub, hukum ariyah bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Suatu ketika bisa wajib ketika meminjamkan baju untuk menahan panas atau dingin yang luar biasa. Dan kadang-kadang bisa haram, seperti meminjamkan hamba sahaya perempuan kepada orang lain. Disamping itu ariyah kadang-kadang bisa juga makruh, seperti seorang muslim meminjamkan barang kepada orang kafir.
Dari ayat Al-quran dan hadits tersebut jelaslah bahwa ariyah merupakan salah satu akad yang diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam. Oleh karena itu, dilihat dari sisi orang yang meminjamkan ariyah merupakan perbuatan ibadah yang diberi pahala oleh Allah SWT.

B. RUKUN DAN SYARAT ARIYAH
RUKUN ARIYAH
Jumhur ulama termasuk Syafiiyah berpendapat bahwa rukun ariyah itu ada 4, yaitu :
Orang yang meminjamkan (muir)
Orang yang meminjam (mustair)
Barang yang dipinjamkan (muar)
  Shighat
SYARAT ARIYAH
a.       Syarat-syarat orang yang meminjamkan
Orang yang meminjamkan disyaratkan harus memiliki kecakapan untuk melakukan peminjaman.
1.      Baligh. ariyah tidak sah dari anak yang masih dibawa umur, tetapi ulama Hanafiah tidak memasukkan baligh sebagai syarat ariyah melainkan cukup mumayyiz.
2.      Berakal.
3.      Tidak mahjur alaih karena boros atau pailit. Maka tidak sah ariyah yang dilakukan oleh orang yang mahjur alaih, yakni orang yang dihalangi tasarrufnya.
4.      Orang yang meminjamkan harus pemilik atas manfaat barang yang akan dipinjamkan.
b.      Syarat orang yang meminjam
1.      Orang yang meminjam harus jelas
2.      Orang yang meminjam harus memiliki hak tasarruf atau memiliki  ahliyatul  ada. Dengan demikian, meminjamkan barang kepada anak dibawah umur , dan gila hukumnya tidak sah. Akan tetapi, apabilah peminjam boros, maka menurut qaul yang rajih dalam madzhab syafii, ia diperbolehkan menerima sendiri ariyah tanpa persetujuan wali.
c.       Syarat barang yang dipinjam
1.      Bisa diambil manfaatnya. Termasuk dalam kategori ini sesuatu yang bermanfaat bagi peminjam dan tidak merugikan orang yang meminjamkannya. Pemilik tidak boleh menolak untuk meminjamkannya. Jika dia menolak untuk meminjamkannya, maka hakim boleh memaksakannya untuk membei pinjaman.
2.      Harus berupa barang yang mubah, yakni barang yang diperbolehkan untuk diambil manfaatnya oleh syara.
3.      Barang yang dipinjam apabila dimanfaatkan barangnya tetap utuh.
d.      Syarat shighat
Shighat ariyah disyaratkan harus menggunakan lafal yang berisi pemberian izin kepada peminjam untuk memanfaatkan barang yang dimiliki oleh orang yang meminjamkan, baik lafal tersebut timbul dari peminjam maupun orang yang meminjamkan.
PEMBAYARAN PINJAMAN
Setiap pinjaman wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau mengembalikan pinjaman, bahkan melalaikannya juga termasuk aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rasulallah Saw, bersabda: Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya (Riwayat Bukhari dan Muaslim). Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang mengembalikan pinjaman. Rasulallah Saw. Bersabda: sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang (Riwayat Bukhari dan Muslim) Rasulallah pernah meminjam  hewan, kemudian beliau membayar hewan itu dengan yang lebih besar dan tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam. Kemudian Rasu bersabda:  Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik (Riwayat Ahmad) Jika penambahan itu dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjajian dalam akad berpiutang, maka tambahan itu tidak halal bagi yang berpiutang untuk mengambilnya. Rasul bersabda:  Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba ( Dikeluarkan oleh Baihaqi).
C. HUKUM KERUSAKAN ATAS PINJAMAN
Hukum atas kerusakan barang tergantung pada akadnya yaitu amanah dan dhamanah.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, Sebab pinjam-meminjam itu sendiri berarti saling percaya- mempercayai. Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya. Shofwan bin Umaiyah menginformasikan, Sesungguhnya Nabi saw. telah meminjam beberapa baju perang dari shofwan pada waktu Perang Hunain. Shofwan bertanya: Paksaankah, ya Muhammad? Rosulullah saw. menjawab: Bukan, tetapi pinjaman yang dijamin. Kemudian (baju perang itu) hilang sebagian, maka Rosulullah saw. mengemukakan kepada shofwan akan menggantinya. Shofwan berkata: Saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam. (HR. Ahmad dan Nasai).
Allah swt berfirman:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (QS An-Nisaa: 58).
Orang yang meminjam adalah orang yang diberi amanat yang tidak ada tanggungan atasnya, kecuali karena kelalaiannya, atau pihak pemberi pinjaman mempersyaratkan penerima pinjaman harus bertanggung jawab:Al-Amir ash-Shanani dalam Subulus Salam III: 69) menjelaskan, Yang dimaksud kata madhmunah(terjamin) ialah barang pinjaman yang harus ditanggung resikonya, jika terjadi kerusakan, dengan mengganti nilainya. Adapun yang dimaksud kata muaddah (tertunaikan) ialah barang pinjaman yang mesti dikembalikan seperti semula, namun manakala ada kerusakan maka tidak harus mengganti nilainya. Lebih lanjut dia menyatakan,  Hadits yang diriwayatkan Shafwan di atas menjadi dalil bagi orang yang berpendapat, bahwa ariyah tidak harus ditanggung resikonya, kecuali ada persyaratan sebelumnya. Dan, sudah dijelaskan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat.
D. TATA KRAMA BERHUTANG
Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun yang terkait di dalamnya, ialah sebagai berikut :
a.      pinjam meminjam supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak yang meminjam dengan menghadirkan 2 (dua) orang saksi laki-laki atau seorang saksi laki-laki dan 2 (dua) orang saksi perempuan.





Allah SWT berfirman,
 Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa. (Q.S. Al-Baqarah : 282)
b.      Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan membayar/mengembalikannya.
c.       Pihak yang memberi pinjaman hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak yang meminjam. Bila yang meminjam tidak mampu mengembalikan, maka yang berpiutang hendaknya membalaskannya.
d.      Pihak yang meminjam bila sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayaran pinjamannya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berarti berbuat zalim.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ariyah adalah  kegiatan  muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak  zatnya agar zatnya tetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
Landasar  dasar hukum ariyah berasal dari Quran surat Almaidah:2, An Nisa:58 dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Jumhur ulama termasuk Syafiiyah berpendapat bahwa rukun ariyah itu ada 4,yaitu :Orang yang meminjamkan (muir),Orang yang meminjam (mustair),Barang yang dipinjamkan (muar),Shighat.
Setiap pinjaman wajib dikembalikan sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar mengembalikannya. Dalam pinjam meminjambaik Muir maupun Mustair harus memerhatikan adab-adab dalam pinjam meminjam dan saling bertanggung jawab atas barang pinjaman.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya.
Penekanan dalam pinjam-meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun

1 komentar:

  1. Emperor Casino Online Review | Free Spins | $300 + 300
    Emperor Casino offers an online casino with 메리트카지노 a high quality software and games. It also has an online casino with a number of 샌즈카지노 casino 제왕카지노 games.

    BalasHapus