Selasa, 08 November 2016

PERBANDINGAN DALAM STUDI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metode dalam Ilmu Perbandingan Agama sebagian besar tergantung kepada pandangan seorang terhadap agama-agama bukan agamanya sendiri. Biasanya Perbandingan Agama itu dilakukan dari dalam agama yang dipeluk oleh seorang dalam usahanya untuk menilai isi dan ciri-ciri agama itu.
Kadang-kadang ia berusaha untuk menemukan persamaan-persamaan dasar dari berbagai agama. Cara ini mengabaikan perbedaan-perbedaan yang terdapat antara satu agama dengan agama yang lain. Sebaliknya ada lagi Perbandingan Agama itu berusaha untuk mencari perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara macam-macam agama. Kami kira kedua cara itu bisa menimbulkan salah paham. Memang, Perbandingan Agama itu diliputi oleh berbagai macam kesulitan, apabila tidak ada keseimbangan dalam tujuan dan cara.
Sebelum hal ini diuraikan lebih  jauh, kami rasa perlu juga disini dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan  Perbandingan Agama itu. Perbandingan Agama adalah cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain. Pemahaman ini meliputi persamaan dan perbedaan.

B.   Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Perbandingan Agama?
2. Bagaimana posisi dan Perbandingan Islam dengan Agama lain?
3. Apa saja faktor  Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan Agama?
4. Apa saja problem dan prospek Perbandingan Studi Islam?

C.   Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Perbandingan Agama dan mempelajari Perbandingan Agama dapat menimbulkan tenaga dan fikiran untuk membandingkan dan mempersesuaikan ajaran-ajaran setiap agama, kepercayaan setiap aliran-aliran peribadatan yang ada.
2. Untuk mengetahui perbandingan Islam dengan agama lain sehingga orang dapat membedakan ajaran-ajaran setiap agama, kepercayaan, serta aliran-aliran peribadatan yang berkembang dalam masyarakat. Dan mudah untuk memahami kehidupan batin, alam fikiran dan kecenderungan hati dari berbagai umat manusia.
3. Untuk mengetahui faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan Agama bahwa Agama Islam adalah agama yang sangat baik dan benar, bernilai tinggi dan diridloi oleh Allah SWT. Dengan keyakinan tersebut dapatlah setiap muslim mencari segi-segi persamaan antara agama islam dengan agama-agama bukan islam. Dan selanjutnya akan timbullah rasa tanggungjawab untuk menyiarkan kebenaran-kebernaran yang terkandung dalam agama islam kepada masyarakat ramai.
4. Untuk mengetahui problem dan prospek Perbandingan Studi Islam maka kita dapat mengetahui apa masalah-masalah dalam membandingkan agama mereka.


BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Perbandingan Agama
Perbandingan Agama adalah ilmu yang mempelajari tantang bermacam-macam agama, kepercayaan dan aliran peribadatan yang berkembang pada berbagai bangsa semenjak zaman dahulu hingga sekarang.
Disitulah kita akan mengetahui mana yang termasuk jenis agama wahyu dan mana yang termasuk jenis agama hasil budaya manusia. Termasuk jenis agama wahyu atau samawi yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam yaitu agama yang bukan hasil khayalan manusia, bukan pula hasil pemikiran seorang genie ( maha pandai), melainkan berdasarkan wahyu yang datang dari kholiq untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Dan termasuk jenis agama hasil budaya manusia ialah : Kong Hu Cu, Shinto, Buddha dan lain-lain. Jenis agama tersebut timbulnya karena pengalaman manusia, dalam usaha manusia untuk membuat response terhadap alam, yang kemudian menimbulkan tindak atau sikap dari diri manusia itu terhadap alam atau zat yang dikehendakinya. Agama ini sering dinamakan orang agama dunia atau agama bumi (wordly religion, ardhiyyah).
Kata perbandingan mengandung unsur kepekaan tinggi, yang tidak jarang mengundang kecurigaan, bahkan permusuhan. Membandingkan suatu dengan sepadannya dapat diartikan menempatkan satu pihak lebih unggul daripada pihak lain. Perbandingan Agama yang dimaksudkan disini adalah cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain. Pemahaman ini meliputi persamaan dan perbedaan.
 Jika perbandingan yang dimaksud untuk menempatkan suatu agama lebih superior dari yang lain, hal ini akan membawa kekacauan, bahkan permusuhan. Setiap pemeluk agama pasti akan menilai agamanya yang terbaik dan tersempurna jika dibandingkan dengan orang  lain. Dari pembahasan yang sedemikian itu, maka struktur yang asasi dari pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan orang itu akan dipelajari dan dinilai.
Untuk mendapatkan nilai yang sebesar-besarnya dalam cabang ilmu pengetahuan ini, maka Perbandingan Agama harus kita tempatkan dalam hubungan yang semestinya dengan lain-lain cabang ilmu pengetahuan dalam bidang agama. Pembagian ini harus kita pegang teguh untuk menjauhi kebingungan.
History of Religion (Sejarah Agama)
Comparasion of  Religion (Perbandingan Agama)
Philosophy of  Religion (Filsafat Agama)
Tiap-tiap cabang Ilmu Agama tersebut mempunyai fungsi sendiri dan cara-caranya sendiri untuk mencapai tujuannya. Sejarah Agama berusaha untuk mempelajari dan mengumpulkan fakta-fakta asasi dari Agama. Dengan ukuran-ukuran ilmiah dan lazim, Sejarah Agama berusaha untuk menilai data-data dan berusaha untuk mendapatkan gambaran  yang  jelas, dengan gambaran itu konsepsi-konsepsi tentang pengalaman keagamaan dapat dihargai dan difahami.
Adapun Perbandingan Agama berusaha untuk memahami semua aspek yang diperoleh dari Sejarah Agama itu, kemudian menghubungkan atau membandingakan satu agama dengan lainnya untuk mencapai dan menentukan struktur yang fundamental dari pengalaman-pengalaman serta konsepsi-konsepsi keagamaan dengan memilih dan menganalisa persamaan dan perbedaan antara agama-agama itu.
Adapun Filsafat Agama ialah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk mengambil kesimpulan fakta-fakta yang dikumpulkan oleh Sejarah Agama dan dibandingkan oleh Perbandingan Agama, dalam area filsafat. Perbandingan Agama bukanlah suatu alat untuk mempertahankan kepercayaan dan agama seseorang, tetapi Perbandingan Agama merupakan alat untuk memahami fungsi dan ciri agama, sebagai suatu ciri yang naluri bagi manusia, dan inilah  yang dicari oleh Filsafat Agama.
Melihat kenyataan ini, Arnold Tonybee (1889-1975), sejarawan Inggris, dengan jelas mengatakan bahwa “Tidak seorangpun dapat menyatakan dengan pasti bahwa sebuah agama lebih benar dari agama lain”. Pada sisi lain, suatu agama atau kepercayaan adalah sistem tertentu atau seperangkat sistem yang ajaran-ajaran, mite, perasaan, pengalaman, dan beberapa elemen lainnya merupakan hal yang saling berkaitan dan bertautan. Oleh karena itu, dalam memahami agama dan kepercayaan dalam suatu sistem sangat penting untuk mengetahui konteksnya yang khas. Misalnya, kepercayaan terhadap suatu dewa dalam salah satu agama harus dilihat pada konteks suatu kepercayaan terhadap sang pencipta dan kehidupan yang transenden dalam masyarakat.
Sekitar abad ke20-an, salah seorang ahli ilmu perbandingan agama mengemukakan bahwa karakter suatu agama dipandangnya sebagai suatu hal yang bersifat “totalitarian”. Hal ini menimbulkan suatu masalah apakah kepercayaan atau praktik agama dalam suatu agama dapat diperbandingkan dalam suatu sistem yang sama dalam suatu sistem agama lain atau tidak? Dengan demikian, harus diakui bahwa setiap agama memiliki keunikan yang membedakan. Orang dapat mengetahui uniknya suatu agama melalui suatu perbandingan, dan dalam memperbandingkan ini, ia dapat mencari perbedaan-perbedaannya. Inilah sebabnya studi agama dan kepercayaan sering dimaksudkan sebagai studi perbandingan agama.
Studi ilmu perbandingan agama dapat ditekankan sebagai studi yang berkaitan dengan perilaku beragama seseorang dalam hubungannya dengan tresenden, dengan Tuhan, atau dengan apapun yang dianggap sakral, kudus, suci dalam perkembangannya yang menganut bermacam-macam disiplin.
Tugas mulia umat beragama adalah secara bersama-sama untuk menginterprestasikan ulang ajaran-ajaran agamanya untuk dikomunikasikan pada wilayah agama lain sehingga mengurangi tensi atau ketegangan antar umat beragama.
Keadaan ilmu agama, khususnya ilmu agama islam, di Indonesia sangat lemah. Kualitas pendidikan dalam ilmu agama memerlukan usaha peningkatan yang sistematis dan harus dilaksanakan dengan kesungguhan hati yang kuat. Kekurangan-kekurangan dalam pengembangan ilmu agama, khususnya islam antara lain, ialah:
Kekurangan bacaan ilmiah
Kekurangan kegiatan penelitian secara ilmiah
Kekurangan diskusi akademis, dan
Masih rendahnya penguasaan bahasa asing.

B.   Islam dan Perbandingan Agama Lain
1.  Hakikat Islam dan Perbandingan Agama Lain
Setiap agama pasti ada perbedaan dengan agama lainnya. Apa perbedaan agama Islam dengan agama lainnya? Jawabannya tentu banyak perbedaannya, akan tetapi tentunya ada pembeda yang menjadi inti beda antara Islam dan agama lainnya. Inti dari ajaran agama yang pertama, ajaran ketuhanan karena hal itu yang menjadi pembeda antara ajaran agama dan ajaran motivator. Kedua, ajaran dalam hukum agama, yang sumber hukumnya dari Tuhan dan sebagian sanksi dan pahalanya dihubungkan dengan hal-hal yang masih ghaib, seperti surga dan neraka karena hal itu yang menjadi pembeda antara hukum agama. Bagaimana Islam memandang tentang ketuhanan dan hukum?
Ajaran Islam sangat Menjaga Kemurnian Tauhid
Ajaran Islam sangat menjaga kemurnian Tauhid, yaitu keesaan Tuhan sehingga dalam Islam dikenal istilah Sang Khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (semua yang diciptakan oleh Sang Khalik). Sang Khalik pasti Maha sempurna, Maha kuasa, yang qadim sedangkan makhluk (malaikat, manusia, jin, hewan dan alam semesta) pasti tidak sempurna. Dalam tanda kutip, makhluk adalah kebalikan dari Khalik. Hanya Sang Khalik yang mempunyai kekuatan, dan tidak layak bagi makhluk untuk menyakralkan makhluk. Untuk menjaga kemurnian tauhid tersebut, ajaran Islam mengenal sifat wajib/mustahil Allah dan Asmaul Husna.

Hukum Islam
Hukum Islam menentukan persamaan derajat manusia. Tidak ada kemuliaan dihadapan Allah SWT. Semua orang sama derajatnya karena semua makhluk adalah ciptaan sang Khalik Yang Maha Esa, Allah tidak beranak, tidak peranakkan, tidak berkerabat, dan tidak bersaudara. Baik manusia keturunan nabi, keturunan raja, maupun keturunan budak,semua sama derajatnya. Dalam derajat kemuliaan, Islam tidak membedakan keturunan/nasab, ras, dan suku.

2.    Perbedaan Islam dengan Agama-agama Lain
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan mampu mengubah pandangan dan pikiran orang Islam diseluruh dunia. Dengan perkembangan tersebut, para sarjana Islam memperbaharui polemik mereka, terutama terhadap aktivitas misi Kristen. Isi polemik antara Islam dan Kristen pada umumnya meliputi permasalahan sebagai berikut:
Kristologi (Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai Kristus)
Kenabian Muhammad SAW, terutama mukjizatnya
Kedudukan Bybel sebagai wahyu
Ajaran Paulus yang Dogmatis
Masalah moral.
Dalam ajaran toleransi, Nabi Muhammad SAW pernah memberikan suri tauladan yang sangat menginspirasi dihadapan para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa Nabi pernah dikucilkan, bahkan diusir dari tanah Mekah. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk beberapa lama dan kemudian kembali ke Mekah. Peristiwa ini disebut dengan Fathul Mekah. Dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak mengambil langkah balas dendam kepada orang-orang yang telah mengusirnya. Dengan titik tolak pandangan tersebut, umat Islam pada tempatnya bersikap menghargai agama orang lain. Menghargai agama orang lain tidak identik dengan pengakuan kebaikan dan kebenaran agama tersebut.
Adapun perbandingan agama islam dengan agama yang lain, berikut penjelasannya:
Perbandingan antara Yahudi dan Isam
Agama Yahudi hanya diperuntukkan bagi umat Yahudi saja, sedangkan Islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
Agama Yahudi hanya berlaku sejak zaman Nabi Musa sampai datangnya Nabi Isa, sedangkan Islam berlaku semenjak diutusnya Muhammad SAW sampai akhir zaman.
Kitab suci agama Yahudi sudah tidak sebagaimana aslinya, sedangkan kitab suci umat Islam (Al-Qur’an) akan senantiasa dijaga keasliannya oleh Allah SWT.
Syariat agama Yahudi merupakan syariat yang keras dan lebih mengedepankan aspek keadilan atau ketegasaan (karenanya sering disebut sebagai syariat al-adl, sedangkan syariat agama Islam merupakan syariat pertengahan antara ketegasan atau keadilan dan kasih sayang.
Dari sisi ketuhanan, agama Yahudi lebih dekat dengan Islam (dibandingkan Kristen). Namun dari sisi hubungan, Yahudi lebih heat permusuhannya dengan Islam (dibandingkan Kristen).
Perbandingan antara Kristen dan Islam
Agama Kristen hanya diperuntukkan bagi Bani Israel saja, sedangkan Islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
Agama Kristen hanya berlaku sejak zaman Nabi Isa sampai diutusnya Nabi Muhammad SAW, sedangkan Islam berlaku semenjak diutusnya Muhammad SAW sampai akhir zaman.
Kitab suci agama Kristen sudah tidak sebagaimana aslinya, sedangkan kitab suci umat Islam (Al-Qur’an) akan senantiasa dijaga keasliannya oleh Allah SWT.
Syariat agama Kristen merupakan syariat yang terlalu lembut dan lebih mengedapankan aspek kasih sayang (karenanya sering dsebut sebagai syariat al-fadhl, sedangkan syariat agama islam merupakan syariat pertengahan antara ketegasan atau keadilan dan kasih sayang.
Dari sisi ketuhanan, agama Kristen lebih jauh dengan Islam (dibandingkan Yahudi). Namun dari sisi hubungan, Kristen lebih lemah permusuhunnya dengan Islam (dibandingkan Yahudi).

Perbedaan Sistem Ketuhanan dengan Agama Lain
Berbeda dengan sistem ketuhanan agama yang lain. Agama Hindu  yang menyandarkan Tuhan pada arca dan patung-patung. Perbedaan juga terdapat pada konsep ketuhanan mereka sebab dalam agama hindu dikenal Trinitas, yang terdiri atas Brahma sebagai dewa pembantu, Wisnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa perusak.

Pada agama Kristen, sistem ketuhanan dikenal dengan istilah Trinitas. Perbedaan yang mendasar adalah kristen mengajarkan bahwa disurga Tuhan Bapak, mengakui adanya Tuhan Anak dan Roh Kudus yang diberikan malaikat Jibril kepada Maryam. Sistem ini dinamakan Trinitas yang mengakui bahwa Tuhan ada tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Ibu (Ruhul Kudus). Dan dalam ajaran agama kristen juga sangat jarang yang dinamakan neraka, hal ini dikarenakan manusia dianggap bebas dari neraka, yang diartikan sebagai tempat orang yang melakukan dosa.

Agama Kong Hu Cu mempelajari kebenaran dan kejayaan pemerintah raja-raja sebelumnya, serta menyelidiki sebab-sebab kebesaran itu, kemudian beliau mengajarkannya pada raja-raja pada masanya dan mempraktekkannya selama beliau mendapat pangkat dalam pemerintahannya. Tujuan Agama Kong Hu cu bukan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana dalam agama islam, tetapi tujuan agama hanya untuk menuju kepada kemajuan kesejahteraan agama, dunia dan hidup sekalian ini. Soal ketuhanan, soal hari kiamat dan akhirat, soal hidup setelah mati tidak pernah di singgung-singgung. Yang di muliakan dan di uja oleh mereka adalah alam (termasuk roh-roh, dewa-dewa, gunung, sungai, angin), leluhur (termasuk kebaktian terhadap bangsawan, bapak, saudara laki-laki, suami, dan teman-teman), dan langit (ahli-ahli sejarah agama menganggap bahwa dewa langit adalah yang tertua). Alam di muliakan, karena dapat memberi kesejahteraan hidup manusia, alam adalah tempat menambah hasil dalam usaha-usaha yang lain. Demikian pula leluhur dan langit juga di hormati dan di puja, karena dapat memberi bantuan dalam mencapai kesejahteraan.

Agama Buddha mengatakan, bahwa bagi semua orang terbuka jalan untuk mencapai nirwana. Perbedaan warna atau kasta tidak ada gunanya. Kepada dewa-dewa tidak perlu di berikan sajian-sajian dan pemujaan. Cukup meyakinkan diri akan empat kenyataan dan menjalankan delapan petunjuk itu, yaitu :
Berpandangan benar
Berniat benar
Berbicara benar
Berbuat benar
Berpenghidupan benar
Berusaha benar
Berperhatian benar
Memusatkan pikiran dengan benar

Agama Mesir Kuno yaitu orang yang beragama mesir kuno   menyembah ( memuja ) kepada alam terutama matahari. Alam di muliakannya seperti dewata. Banyak sekali dewa-dewa yang di muliakan misalnya :
P t a h ( fitah ) : dewa cahaya dan api
R a : dewa Matahari
A m o n : dewa keindraan dan dewa lain-lainnya
Di samping itu hewan-hewan juga di muliakan misalnya: lembu, burung ibis ( sebangsa burung ranggung ), Anjing dan kucing. Tetapi yang paling di hormati adalah lembu. Yang termulia adalah Apis, seekor lembu jantan yang di pelihara oleh pendeta dalam candi memphis. Kalau Apis mati berkabunglah negeri mesir 70 hari lamanya. Bangkai lembu ( Apis ) itu di bubuhi rempah-rempah, kemudian di makamkan dengan segala kehormatan.

Secara substansial, perbedaan islam dengan agama lain sangat luas cakupannya. Berikut adalah beberapa ciri pembeda antara agama islam dan agama lain.
Islam mempercayai Tuhan sebagai Maha Pencipta Alam Semesta dan Menampilkan Keesaan-Nya.
Islam Percaya bahwa Tidak Ada Kontradiksi antara Perkataan Tuhan dan Perbuatan.
Islam Tidak Memaksa untuk Mempercayai Sesuatu yang Tidak Dimengerti.
Kitab Wahyu Islam (Al-Qur’an).

C. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Agama
Faktor-faktor yang menunjukkan perbedaan dan persamaan agama, yaitu:
 Faktor kemunculan agama. Misalnya, jika memahami Agama muncul sebagai tanggapan manusia terhadap pernyataan Tuhan Allah SWT, berbeda dengan pemahaman yang lain (misalnya, agama diturunkan Allah kepada manusia). Pada konteks ini, Tuhan Allah lebih dulu menyatakan Dirinya dengan berbagai cara, kemudian manusia menanggapi sesuai sikon hidup dan kehidupannya. Tanggapan manusia tersebut dapat berupa penyebutan nama Tuhan yang berbeda-beda sesuai bahasa yang diapaki komunitas; cara-cara berdoa, memuji, berkorban, menyembah; konsep alasan berbuat baik; hubungan antara manusia; dan lain-lain.
Faktor penyebutan Nama Sang Ilahi. Pada agama selalu ada pribadi yang supra natural yang menjadi pusat serta tujuan penyembahan umat serta sumber segala sesuatu. Penyebutan nama Sang Ilahi ini biasanya sesuai dengan konteks sosio-kultural (terutama bahasa) yang ada pada komunitas masyarakat. Misalnya, masyarakat Timur Tengah Kuno menyebutnya dengan sebutan El; masyarakat Yahudi menyebutnya dengan sebutan Tuhan; masyarakat Arab meyebutnya sebagai Allah; masyarakat Yunani menyebutnya sebagai Theos; masyarakat berbahasa inggris menyebutnya sebagai God; bahkan ada kelompok masyarakat yang menyebutnya dengan sebutan Debata, Deo, Gusti, Dewa, Sang Hyang, dan lain-lain. Dalam banyak hal, perbedaan penyebutan nama, diikuti dengan cara-cara atau bentuk penyembahan.
Faktor Perbedaan Memaknai Kata Agama. Pemahaman tentang kata agama tidak lagi terbatas pada makanya (yaitu tidak kacau), tetapi telah diisi dengan berbagai muatan yang memperkaya pengertiannya. Agama tidak lagi dimengerti sebagai pasar pembatas sehingga tidak kacau ketika menyembah Ilahi, namun diisi penuh dengan unsur-unsur yang membuat perbedaan satu sama lain. Misalnya, jika agama dimengerti sebagai cara-cara yang dilakukan manusia ketika menyembah sesuatu yang dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan manusia serta alam semesta; maka perbedaan agama terletak pada cara-cara penyembahan dilakukan manusia. Demikian juga, jika agama dipahami sebagai yang diturunkan Allah, maka akan berbeda dengan pemahaman bahwa agama merupakan upaya manusia menanggapi pernyataan Tuhan, ataupun sebagai salah satu hasil kebudayaan, dan seterusnya.

D.   Problem dan Prospek Perbandingan Studi Agama
Pada dataran normativasi, studi islam masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan epologis sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu di tonjolkan, kecuali dalam lingkungan yang masih sangat terbatas.
 Kendala Perbandingan Agama
Merupakan tingkat objektivitas peneliti yang melakukan perbandingan.
Tantangan yang di hadapi setiap Agama
Menurut Bambang Sugiharto (1998: 29-30), tantangan yang dihadapi setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya ada tiga. Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai disorientasi nilai dan degradasi moralitas agama ditantang dengan tampil sebagai suara moral yang otentik. Kedua, agama harus menghadapi kecenderungan pluralisme, mengolahnya dalam kerangka “teologi” baru dan mewujudkannya dalam aksi-aksi kerja sama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan ketidak adilan.
Prospek : Upaya mengatasi kendala dan Tantangan perbandingan Agama
Pendekatan Deskriptif
Pendekatan ini menguraikan secara komprehensif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin dan elemen-elemen lain tanpa terlibat dalam pemberian penilaian. Cara ini kemudian dikembangkan oleh pakar-pakar dialog antar agama dengan menggunakan istilah intelectual conversion (beralih) agama pada tingkat pemikiran, bukan pada tingkat imani yang hakiki.
Pendekatan Normatif
Pendekatan ini menjelaskan sebuah agama menitikberatkan kebenaran doktrinal, keunggulan sistem nilai, otensitas teks, serta fleksibelitas ajarannya sepanjang masa. Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memperkukuh iman, pendekatan deskriptif pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik agama. Perlu digaris bawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.


DAFTAR PUSTAKA

Mukti Ali .H.A.,1993, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta Pusat: PT. Tintamas Indonesia.
Akhmadi Abu, 1976, Perbandingan Agama,  Semarang: AB. SITTI SYAMSIYAH
Abd Djaliel Maman, dkk., 2000, Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia
Mukti Ali .H.A., 1996, Ilmu Perbandingan Agama Di Indonesia, Bandung: Mizan Anggota IKAPI
Budiman Wandi, 2011, http://wandibudiman.blogspot.co.id/2011/10/makalah-perbandingan-agama.html
Abdul Kodir Koko, 2014, Metodologi Studi Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia

Selasa, 01 November 2016

Fiqh Muamalah 1

                            PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab ariyah  diambil dari kata aara yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata At-Taaawuru yang artinya sama dengan At-Tanaawulu au At-Tanaasubu  artinya saling tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-meminjam. Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak  zatnya agar zatnya tetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
Definisi oleh para Ulama’ sebagai berikut :
Menurut Syarkhasy dan ulama Malikiyah
          تَملِيكُ الْمَنفَعَةِ بِغَيرِ عَوضٍ
  “pemilikan atas manfaat suatu benda tanpa pengganti”
Menurut ulama syafi’iyah dan Hanbaliah
         اِبَاحَةُ الْمَنْفَعَةِ بِلَا عَوضٍ
   “pembolehan untuk mengambil manfaat tanpa mengganti”

Menurut ulama hanafiyah
تَمْلِيكُ الْمَنَافِعِ مَجَانًا
“pemilikan manfaat sesuatu secara Cuma-Cuma

   Perbedaan pengertian tersebut menimbulkan  adanya perbedaan dalam akibat hukum selanjutnya,pendapat pertama memberikan makna kepemilikan kepada peminjam,sehingga membolehkan untuk meminjamkan lagi terhadap orang lain atau pihak ketiga tanpa melalui pemilik benda,sedangkan pengertian yang kedua menunjukkan arti kebolehan dalam mengambil manfaat saja,sehingga peminjam dilarang meminjamkan terhadap orang lain.
Akad dalam ariyah berbeda dengan hibah, karena dalam Ariyah hanya untuk diambil manfaatnya tanpa mengambil zatnya. Tetapi dalam Hibah dapat diambil keduanya, baik dari zat dan juga manfaatnya.
LANDASAN  HUKUM ARIYAH
Adapun dasar hukum diperbolehkannya bahkan disunnahkannya ariyah adalah ayat-ayat Al-Quran dan Hadis-hadis sebagai berikut:
Al-Quran
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah : 2)
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa : 58)
b.        Al-Hadits
Keterangan hadits Rasulullah SAW mengenai pinjam meminjam antara lain :
عَن اَبِي مَسعُودٍ اَنَ النَّبِي ص ل : قَالَ مَامِن مُسلِمٍ يُقْرِضُ مُسلِمًا قَرضًا مَرَّتَينِ اِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَامَرَّةً
Artinya :
” dari sahabat ibnu mas’ud bahwa nabi Muhammad SAW bersabda: tidak ada seorang muslim yang meminjami muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti shodaqoh.”

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
اَلْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ وَالدَّينُ مَقضِيٌ
Artinya: “Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar dan hutang itu wajib dibayar.”
Dasar dari ijma adalah bahwa Fuqaha sepakat disyariatkannya ariyah disunnahkan berdasarkan Ijma kaum muslimin. Ibnu Hubairah berkata : Ulama sepakat bahwa ariyah hukumnya boleh sebagai ibadah yang disunnahkan sehingga orang yang meminjamkan mendapat pahala. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ariyah wajib bagi orang kaya yang memiliki barang yang dapat dipinjamkan.
Selain mandub, hukum ariyah bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Suatu ketika bisa wajib ketika meminjamkan baju untuk menahan panas atau dingin yang luar biasa. Dan kadang-kadang bisa haram, seperti meminjamkan hamba sahaya perempuan kepada orang lain. Disamping itu ariyah kadang-kadang bisa juga makruh, seperti seorang muslim meminjamkan barang kepada orang kafir.
Dari ayat Al-quran dan hadits tersebut jelaslah bahwa ariyah merupakan salah satu akad yang diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam. Oleh karena itu, dilihat dari sisi orang yang meminjamkan ariyah merupakan perbuatan ibadah yang diberi pahala oleh Allah SWT.

B. RUKUN DAN SYARAT ARIYAH
RUKUN ARIYAH
Jumhur ulama termasuk Syafiiyah berpendapat bahwa rukun ariyah itu ada 4, yaitu :
Orang yang meminjamkan (muir)
Orang yang meminjam (mustair)
Barang yang dipinjamkan (muar)
  Shighat
SYARAT ARIYAH
a.       Syarat-syarat orang yang meminjamkan
Orang yang meminjamkan disyaratkan harus memiliki kecakapan untuk melakukan peminjaman.
1.      Baligh. ariyah tidak sah dari anak yang masih dibawa umur, tetapi ulama Hanafiah tidak memasukkan baligh sebagai syarat ariyah melainkan cukup mumayyiz.
2.      Berakal.
3.      Tidak mahjur alaih karena boros atau pailit. Maka tidak sah ariyah yang dilakukan oleh orang yang mahjur alaih, yakni orang yang dihalangi tasarrufnya.
4.      Orang yang meminjamkan harus pemilik atas manfaat barang yang akan dipinjamkan.
b.      Syarat orang yang meminjam
1.      Orang yang meminjam harus jelas
2.      Orang yang meminjam harus memiliki hak tasarruf atau memiliki  ahliyatul  ada. Dengan demikian, meminjamkan barang kepada anak dibawah umur , dan gila hukumnya tidak sah. Akan tetapi, apabilah peminjam boros, maka menurut qaul yang rajih dalam madzhab syafii, ia diperbolehkan menerima sendiri ariyah tanpa persetujuan wali.
c.       Syarat barang yang dipinjam
1.      Bisa diambil manfaatnya. Termasuk dalam kategori ini sesuatu yang bermanfaat bagi peminjam dan tidak merugikan orang yang meminjamkannya. Pemilik tidak boleh menolak untuk meminjamkannya. Jika dia menolak untuk meminjamkannya, maka hakim boleh memaksakannya untuk membei pinjaman.
2.      Harus berupa barang yang mubah, yakni barang yang diperbolehkan untuk diambil manfaatnya oleh syara.
3.      Barang yang dipinjam apabila dimanfaatkan barangnya tetap utuh.
d.      Syarat shighat
Shighat ariyah disyaratkan harus menggunakan lafal yang berisi pemberian izin kepada peminjam untuk memanfaatkan barang yang dimiliki oleh orang yang meminjamkan, baik lafal tersebut timbul dari peminjam maupun orang yang meminjamkan.
PEMBAYARAN PINJAMAN
Setiap pinjaman wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau mengembalikan pinjaman, bahkan melalaikannya juga termasuk aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rasulallah Saw, bersabda: Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya (Riwayat Bukhari dan Muaslim). Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang mengembalikan pinjaman. Rasulallah Saw. Bersabda: sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang (Riwayat Bukhari dan Muslim) Rasulallah pernah meminjam  hewan, kemudian beliau membayar hewan itu dengan yang lebih besar dan tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam. Kemudian Rasu bersabda:  Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik (Riwayat Ahmad) Jika penambahan itu dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjajian dalam akad berpiutang, maka tambahan itu tidak halal bagi yang berpiutang untuk mengambilnya. Rasul bersabda:  Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba ( Dikeluarkan oleh Baihaqi).
C. HUKUM KERUSAKAN ATAS PINJAMAN
Hukum atas kerusakan barang tergantung pada akadnya yaitu amanah dan dhamanah.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, Sebab pinjam-meminjam itu sendiri berarti saling percaya- mempercayai. Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya. Shofwan bin Umaiyah menginformasikan, Sesungguhnya Nabi saw. telah meminjam beberapa baju perang dari shofwan pada waktu Perang Hunain. Shofwan bertanya: Paksaankah, ya Muhammad? Rosulullah saw. menjawab: Bukan, tetapi pinjaman yang dijamin. Kemudian (baju perang itu) hilang sebagian, maka Rosulullah saw. mengemukakan kepada shofwan akan menggantinya. Shofwan berkata: Saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam. (HR. Ahmad dan Nasai).
Allah swt berfirman:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (QS An-Nisaa: 58).
Orang yang meminjam adalah orang yang diberi amanat yang tidak ada tanggungan atasnya, kecuali karena kelalaiannya, atau pihak pemberi pinjaman mempersyaratkan penerima pinjaman harus bertanggung jawab:Al-Amir ash-Shanani dalam Subulus Salam III: 69) menjelaskan, Yang dimaksud kata madhmunah(terjamin) ialah barang pinjaman yang harus ditanggung resikonya, jika terjadi kerusakan, dengan mengganti nilainya. Adapun yang dimaksud kata muaddah (tertunaikan) ialah barang pinjaman yang mesti dikembalikan seperti semula, namun manakala ada kerusakan maka tidak harus mengganti nilainya. Lebih lanjut dia menyatakan,  Hadits yang diriwayatkan Shafwan di atas menjadi dalil bagi orang yang berpendapat, bahwa ariyah tidak harus ditanggung resikonya, kecuali ada persyaratan sebelumnya. Dan, sudah dijelaskan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat.
D. TATA KRAMA BERHUTANG
Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun yang terkait di dalamnya, ialah sebagai berikut :
a.      pinjam meminjam supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak yang meminjam dengan menghadirkan 2 (dua) orang saksi laki-laki atau seorang saksi laki-laki dan 2 (dua) orang saksi perempuan.





Allah SWT berfirman,
 Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa. (Q.S. Al-Baqarah : 282)
b.      Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan membayar/mengembalikannya.
c.       Pihak yang memberi pinjaman hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak yang meminjam. Bila yang meminjam tidak mampu mengembalikan, maka yang berpiutang hendaknya membalaskannya.
d.      Pihak yang meminjam bila sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayaran pinjamannya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berarti berbuat zalim.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ariyah adalah  kegiatan  muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak  zatnya agar zatnya tetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
Landasar  dasar hukum ariyah berasal dari Quran surat Almaidah:2, An Nisa:58 dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Jumhur ulama termasuk Syafiiyah berpendapat bahwa rukun ariyah itu ada 4,yaitu :Orang yang meminjamkan (muir),Orang yang meminjam (mustair),Barang yang dipinjamkan (muar),Shighat.
Setiap pinjaman wajib dikembalikan sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar mengembalikannya. Dalam pinjam meminjambaik Muir maupun Mustair harus memerhatikan adab-adab dalam pinjam meminjam dan saling bertanggung jawab atas barang pinjaman.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya.
Penekanan dalam pinjam-meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun